www.unida.ac.id
Kedudukan
dan Peranan Guru
1. Kedudukan
Guru
Peranan guru di sekolah
ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan
pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai
pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. berdasarkan kedudukannya sebagai
guru ia harus menunjukan kelakuan yang layak bagi guru menurut masyarakat. Apa
yang dituntut dari guru dalam aspek
etis, intelektual dan sosil lebih tinggi dari yang dituntut dari orang dewasa
lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan,
di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukan nya
selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia akan selalu di pandang sebagai
guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat,
khususnya oleh anak didik.
Penyimpangan
dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sortan dan kecaman yang lebih tajam.
Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi,
mabuk, pelanggaran sex ataupun korupsi, namun kalau guru melakukannya maka
dianggap sangat serius. Guru yang berbuat demilian akan dapat merusak murid-murid
yang dipercayakan padanya. Orang yang tidak bermoral dianggap tidak akan
mungkin menghasilkan anak didik yang mempunyai
etika tinggi.
Sebaliknya
harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru.
Guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru
dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam situasi sosial didalam dan di
luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma itu
sehingga menjadi bagian dari pribadinya. Ada norma-norma yang umum bagi semua
guru disuatu negara, ada pula yang ditentukan norma-norma yang khas yang
berlaku didaerah tertentu menurut adat istiadat yang ada dilingkungan itu.
Kedudukan
guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita
orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab itu guru lebih tua dari pada
muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati,
apa lagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak
terhadap oraang tuanya sendiri harus pula diperlihatlannya pula kepada gurunya
dan sebaliknya guru juga harus memandang murid sebagai ankanya.
Ada
anggapan bahwa dewasa ini rasa hormat anak terhadap orang tua makin
merosot. Erosi kewibawaan orang tua
mungkin di sebabkan oleh peranan generasi muda dalam rvolusi kemerdekaan,
pengaruh kebudayaan asing, oleh sikap kritis para pemuda, oleh ketidak mampuan
orang tua dalam mempertahankan kedudukan yang dipegangnya, sediakala dalam
dunia feodal patriarkal yang sediakala dalam dunia demokrasi industrial yang
modern.
Sebagai
pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah, dan
lama kerjanya.
2. Peranan
Guru
·
Peranan Guru Sehubungan
dengan Murid
Peranan guru dalam hubungannya
dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya,
yakni situasi formal dalam proses mengajar dalam kelas dan situasi informal.
Dalam stuasi formal, yakni dalam
ussaha guru mendidik dan mengajar anak alam kelas guru harus sanggup menunjukan
kewibawaannya atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengtur,
dan mengontrol kelakuan anak.
Adanya kewibawaan guru dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
a. Anak-anak
sendiri mengharaapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk menciptakan
suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada guru
baru, mereka sering menguji sampai manakan kewibawaannya. Mereka lebih senang
menang dalam pengujian kewibawaan guru itu.
b. Guru
dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada ingkat sd. Bila dirumah
anak itu mematuhi ibunya, maka lebih mudah ia menerima kewibawaan guru
tersebut.
c. Pada
umumnya tiap orang tua mendidik anaknya agar patuh kepada guru. Bila guru
digambarkan sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak
menghukum pelanggaran anak, bila orang tua senantiasa memihak dalam segala tindakannya
maka guru lebih mudah menegakan kewibawaannya.
d. Guru
sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial
antara dirinya dengan murid. Kewibawaan akan mudah lenyap bila guru itu
terlampau akrab dengan murid dan bersenda-gurau dengan mereka. Sekalipun dalam
situasi informal guru harus senntiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan
tidak menjadi salah seorang anggota yang sama dengan anak-anak.
e. Guru
harus selalu disebut ‘ibu guru’ atau ‘pak guru’ dan dengan julukan itu
memperoleh kedudukan sebagai orang yang dituakan.
f. Dalam
kelas guru duduk atau berdiri didepan murid. Posisi yang menonjol itu
memberikannya kedudukan yang lebih tinggi daripada murid yang harus duduk
tertib dibangku tertentu. Ia senantiasa mengawasi gerak-gerik murid untuk
mengontrol kelakuanya. Sebagai guru ia berhak menyuruh murid melakukan hal-hal
menurut keinginannya.
g. Untuk
guru sering disediakaan ruangan guru yang khusus yang tak boleh dimasuki murid
begitu saja.
h. Guru-guru
muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak yang akan dinasehati oleh
guru-guru tua yang berpengalaman agar menjaga jarak dengan murid dan jangan
terlampau rapat dengan mereka.
i.
Wibawa guru juga
diperolehnya dari kekuasannya untuk menilai ulangan atau ujian murid dan
menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia
naik atau tinggal kelas. Murid maupun mahasiswa sangat menyegani pengajar yang
memegang kekuasaan itu. Ada guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu dan diberi
julukan “killer”
j.
Namun kewibawaan yang
sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri. Kepribadian harus dibentuk
berkat pengalaman. Kepribadian diperoleh dengan mewujudkan norma-norma yang
tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung jawab, yang nyata pada dalam
ketaatan pada waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan
murid, kesediaan membimbing dan membatu murid kesabaran, ketekunan, kejujuran,
dan sebagainya.
Kewibawaan
yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunakan kekuasaan dengan ancaman
akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun
kedudukan sebagai guru telah memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu
harus lagi didukung oleh kepribadian guru.
Dalam
situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak
sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, bepiknik atau kegiatan lainya.
Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul lebih akrab
dengan mereka, sebagai manusia tehadap manusia lainya, dapat tertawa dan
bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan
perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan
murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam kelas akan
menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri. Alam masyarakat yang
banyak sedikit masih bercorak otoriter-partriarkal mungkin jika demokratis
masih belum dapat dijalankan sepenuhnya.
Walaupun
guru bertindak otoriter dengan menggunakan wibawanya, namun ia tidak akan dicap
sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga
jangan sampai menyimpang perasaan dan harga diri murid. Ini mungkin selama
ia mengecam kesalahan yang dibuat murid
agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu sendiri. Kebanyakan
murid-murid akan tetap menyukainya dan memandangnya sebagai guru yang baik asal
ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya.
Pada
satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat
menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya
hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan
murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabat dan dapat
bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat
menjalankan perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya kegagalan dalam
hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala sekolah,
rekan-rekan guru maupun orang tua murid.
·
Peranan Guru dalam
Masyarakat
Peranan guru dalam
masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarkat tentang kedudukan
guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman kezaman.
Pada zaman hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai
satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu
sambil menunjukan baktinya. Demikian pula guru-guru silat di Cina sangat
dijunjung tinggi oleh murid-muridnya. Di
yunani kuno guru itu di ambil dari golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru
adalah orang-orang yang ada pengetahuannya sedikit seperti tukang sepatu,
tukang pangkas, orang yang menguburkan mayat.
Di negara kita sebelum
Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat
memasuki lembaga penidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi
walaupun sering menurut yang dicita-cita kan yang tidak selalu sejalan dengan
kenyataan.
Pekerjaan guru selalu
dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus
menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Walaupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata
sebagai mata pencharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau
saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan
masa depan bangsa.
Karena
kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harpan yang tinggi
tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat diabaikan oleh guru. Bahkan
dapat menjadi norma yang turut mentukan kelakuan guru.
Juga
di negara maju seperti Amerika Serikat masyarakat menuntut kelakuan tertentu
dari guru yang tidak dikenakan pada jabatan lain, bahkan juga tidak pada orang
tua sendiri secara ketat. Sekitar 1930-an guru-guru wanita disana diharapkan
jangan kawin bila ingin tetap bekerja sebagai guru. Mereka tidak diinginkan
berpacaran, main kartu, dan lain-lain yang menyimpang. Mereka harus berpakaian
sopan, dilarang pakai gincu, dan tidak mengikuti mode baru.
Pada
umumnya guru tidak menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada
hakikatnya membatasi kebebasan mereka. Guru sendiri menerima pembatasan itu
sebagai sesuatu yang wajar. Pelanggaran oleh guru juga akan dikecam oleh
rekan-rekannya. Mungkin sekali mereka yang memasuki lembaga pendidikan gurupada
prinsipnya telah menerima norma-norman kelakuan yang ditentukan oleh
masyarakat.
Guru-guru
menerima harapan agar mereka jadi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu
guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa
kedudukan guru meroot dibandingkan dengan beberapa puluh taahun yang lalu.
Pada
zaman kolonil itu jumlah guru masih sangat terbatas. Lagi pula guru sebagai
pegawai menduduki tempat yang tinggi dikalangan orang indonesian. Kedudukan
yang tinggi umumnya dipegang oleh orang belanda. Setelah kemerdekaan semua
jabatan yang dahulu dipegang oleh penjajah jatuh keorang Indonesia sehingga
kedudukan guru relatif merosot. Kepala H.I.S (SD) dahulu pangkat yang sangat
tinggi yang hanya diduduki oleh beberapa orang Indonesia yang memiliki ijazah
tertentu yang jarang dapat diperoleh orang Indonesia. Sekarang tidak ada lagi
memandang kepala SD sebagai orang yang berpangkat tinggi. Lagi pula jumah guru
sangat banyak bertambah dalam usaha pemerataan pendidikan. Mendidik guru dalam
jumlah yang besar dalam waktu yang singkat tak dapat tiada menimbulkan
masalah-masalah dalam memilih calon yang baik serta membina kepribadian guru.
Namun diharapkan bahwa mereka sepanjang jabatannya sebagai guru
berangsur-angsur membina dirinya menjadi guru yang diharapkan.
·
Peranan Guru dalam Hubunganya
dengan Guru-guru lain dan Kepala Sekolaah
Sebagai pegawai negeri
dan anggota KORPRI tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam
melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti bahwa ia harus hadir dalam tiap
pelajaran agar jangan merugikan murid. Seorang pegawai administrasi masih dapat
mengejar ketinggalannya dengaan mengerjakannya dirumah diluar jam kantor.
Selain peraturan umum bagi
tiap-tiap sekolah memepunyai peraturan-peraturan khusus tentang berbagai tugas
lain yang harus dilakukan oleh guru seperti melakukan administrasi sekolah,
tugas piket, membimbing kegiatan
extrakurikuler, menjadi anggota panitia HUT sekolah, menjadi wali kelas,
dan sebagainya.
Sebagai
pengajar ia harus membuat persiapan, memberi dan memeriksa ulangan, mengabsensi
murid, menghadiri rapat guru dan sebagainya. Dalam segala tugas kewjiban ia
senantiasa dibawah pengawasan kepala sekolah yang harus memberi knduite yang
baik agar memperoleh kenaikan tingkat. Dengan sendirinya guru akan mematuh tiap
peratruran dan intruksi dari atasannya.
Berdasarkan kekuasaan
yang dipegang oleh kepala sekolah tebuka memungkinkan baginya untuk bertindak
otoiter. Sikap ini dapat menjelma dalam sikap otorit guru tehadap muid. Namun pada
umumnya guru menginginkan kepala sekolah yang demokratis yang mengambil
keputusan berdasarkan musyawarah, walaupun dalam situasi tertentu diinginkan
pemimpin yang berani bertingkat tegas dengan penuh otoritas.
Guru-guru
cenderung begaul dengan sesama guru. Guru terikat oleh norma-noma harapan
masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan dengan golongan
lain yang tidak dipenuhi oleh tuntunan-tuntunan tentang kelakuan tertentu. Guru
dan sesama guru mudah saling memahami dan dalam pergaulan antara sesama rekan
dapat memelihara kedudukan dan perannya sebagai guru. Itu sebabnya guru-guru akan
membantu kliknya sendiri.
Perkumpulan
guru juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat profesional yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekalipun juga disebut
perbaikan nasib guru, namun guru-guru pada umumnya kurang dapat menerima
perkumplan guru sebagai serikat buruh. Menjaga dan mendidik sejak dulu
dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata ditunjukan kepada
keuntungan materil. Memperjuangkan nasib melalui perkumpulan guru dengan
menonjolkan soal upah bertentangan dengan hati sanubari guru, sekalipun ia
turut merasa kesulitan hidup shari-hari.
Lagi
pula usaha menggunakan perkumpulan guru sebagai alat memperjungkan perbaikan
nasib mungkin akan terbenung bila pengurus perkumpulan itu terpilih dari
kalangan kepala sekolah atau mereka yang mempunyai kedudukan yang cukup tinggi
karena tidak ingin mendapat teguran dari atasan bila mengadakan aksi yang tidak
berkenan di hati pihak atasan itu. Adanya perkumpulan guru memberi kesempatan
bagi guru untuk lebih mengidentifikasikan dirinya dengan profesinya.