Selasa, 15 November 2016

KEDUDUKAN DAN PERANAN GURU

www.unida.ac.id
Kedudukan dan Peranan Guru
1.      Kedudukan Guru
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukan kelakuan yang layak bagi guru menurut masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek  etis, intelektual dan sosil lebih tinggi dari yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukan nya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia akan selalu di pandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik.
      Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sortan dan kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran sex ataupun korupsi, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat serius. Guru yang berbuat demilian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan padanya. Orang yang tidak bermoral dianggap tidak akan mungkin menghasilkan anak didik yang mempunyai  etika tinggi.
      Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam situasi sosial didalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya. Ada norma-norma yang umum bagi semua guru disuatu negara, ada pula yang ditentukan norma-norma yang khas yang berlaku didaerah tertentu menurut adat istiadat yang ada dilingkungan itu.
      Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab itu guru lebih tua dari pada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apa lagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap oraang tuanya sendiri harus pula diperlihatlannya pula kepada gurunya dan sebaliknya guru juga harus memandang murid sebagai ankanya.
     Ada anggapan bahwa dewasa ini rasa hormat anak terhadap orang tua makin merosot.  Erosi kewibawaan orang tua mungkin di sebabkan oleh peranan generasi muda dalam rvolusi kemerdekaan, pengaruh kebudayaan asing, oleh sikap kritis para pemuda, oleh ketidak mampuan orang tua dalam mempertahankan kedudukan yang dipegangnya, sediakala dalam dunia feodal patriarkal yang sediakala dalam dunia demokrasi industrial yang modern.
      Sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah, dan lama kerjanya.
2.      Peranan Guru
·         Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses mengajar dalam kelas dan situasi informal.
Dalam stuasi formal, yakni dalam ussaha guru mendidik dan mengajar anak alam kelas guru harus sanggup menunjukan kewibawaannya atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengtur, dan mengontrol kelakuan anak.
Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
a.       Anak-anak sendiri mengharaapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada guru baru, mereka sering menguji sampai manakan kewibawaannya. Mereka lebih senang menang dalam pengujian kewibawaan guru itu.
b.      Guru dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada ingkat sd. Bila dirumah anak itu mematuhi ibunya, maka lebih mudah ia menerima kewibawaan guru tersebut.
c.       Pada umumnya tiap orang tua mendidik anaknya agar patuh kepada guru. Bila guru digambarkan sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak menghukum pelanggaran anak, bila orang tua senantiasa memihak dalam segala tindakannya maka guru lebih mudah menegakan kewibawaannya.
d.      Guru sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial antara dirinya dengan murid. Kewibawaan akan mudah lenyap bila guru itu terlampau akrab dengan murid dan bersenda-gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi informal guru harus senntiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi salah seorang anggota yang sama dengan anak-anak.
e.       Guru harus selalu disebut ‘ibu guru’ atau ‘pak guru’ dan dengan julukan itu memperoleh kedudukan sebagai orang yang dituakan.
f.       Dalam kelas guru duduk atau berdiri didepan murid. Posisi yang menonjol itu memberikannya kedudukan yang lebih tinggi daripada murid yang harus duduk tertib dibangku tertentu. Ia senantiasa mengawasi gerak-gerik murid untuk mengontrol kelakuanya. Sebagai guru ia berhak menyuruh murid melakukan hal-hal menurut keinginannya.
g.      Untuk guru sering disediakaan ruangan guru yang khusus yang tak boleh dimasuki murid begitu saja.
h.      Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak yang akan dinasehati oleh guru-guru tua yang berpengalaman agar menjaga jarak dengan murid dan jangan terlampau rapat dengan mereka.
i.        Wibawa guru juga diperolehnya dari kekuasannya untuk menilai ulangan atau ujian murid dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia naik atau tinggal kelas. Murid maupun mahasiswa sangat menyegani pengajar yang memegang kekuasaan itu. Ada guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu dan diberi julukan “killer”
j.        Namun kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri. Kepribadian harus dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian diperoleh dengan mewujudkan norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung jawab, yang nyata pada dalam ketaatan pada waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan murid, kesediaan membimbing dan membatu murid kesabaran, ketekunan, kejujuran, dan sebagainya.
Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunakan kekuasaan dengan ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu harus lagi didukung oleh kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, bepiknik atau kegiatan lainya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia tehadap manusia lainya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri. Alam masyarakat yang banyak sedikit masih bercorak otoriter-partriarkal mungkin jika demokratis masih belum dapat dijalankan sepenuhnya.


Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan wibawanya, namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyimpang perasaan dan harga diri murid. Ini mungkin selama ia  mengecam kesalahan yang dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu sendiri. Kebanyakan murid-murid akan tetap menyukainya dan memandangnya sebagai guru yang baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya.
Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orang tua murid.
·         Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarkat tentang kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman kezaman. Pada zaman hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukan baktinya. Demikian pula guru-guru silat di Cina sangat dijunjung tinggi oleh  murid-muridnya. Di yunani kuno guru itu di ambil dari golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru adalah orang-orang yang ada pengetahuannya sedikit seperti tukang sepatu, tukang pangkas, orang yang menguburkan mayat.
Di negara kita sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga penidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-cita kan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
      Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harpan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat diabaikan oleh guru. Bahkan dapat menjadi norma yang turut mentukan kelakuan guru.
      Juga di negara maju seperti Amerika Serikat masyarakat menuntut kelakuan tertentu dari guru yang tidak dikenakan pada jabatan lain, bahkan juga tidak pada orang tua sendiri secara ketat. Sekitar 1930-an guru-guru wanita disana diharapkan jangan kawin bila ingin tetap bekerja sebagai guru. Mereka tidak diinginkan berpacaran, main kartu, dan lain-lain yang menyimpang. Mereka harus berpakaian sopan, dilarang pakai gincu, dan tidak mengikuti mode baru.
      Pada umumnya guru tidak menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada hakikatnya membatasi kebebasan mereka. Guru sendiri menerima pembatasan itu sebagai sesuatu yang wajar. Pelanggaran oleh guru juga akan dikecam oleh rekan-rekannya. Mungkin sekali mereka yang memasuki lembaga pendidikan gurupada prinsipnya telah menerima norma-norman kelakuan yang ditentukan oleh masyarakat.
      Guru-guru menerima harapan agar mereka jadi suri teladan bagi anak didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru meroot dibandingkan dengan beberapa puluh taahun yang lalu.
      Pada zaman kolonil itu jumlah guru masih sangat terbatas. Lagi pula guru sebagai pegawai menduduki tempat yang tinggi dikalangan orang indonesian. Kedudukan yang tinggi umumnya dipegang oleh orang belanda. Setelah kemerdekaan semua jabatan yang dahulu dipegang oleh penjajah jatuh keorang Indonesia sehingga kedudukan guru relatif merosot. Kepala H.I.S (SD) dahulu pangkat yang sangat tinggi yang hanya diduduki oleh beberapa orang Indonesia yang memiliki ijazah tertentu yang jarang dapat diperoleh orang Indonesia. Sekarang tidak ada lagi memandang kepala SD sebagai orang yang berpangkat tinggi. Lagi pula jumah guru sangat banyak bertambah dalam usaha pemerataan pendidikan. Mendidik guru dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat tak dapat tiada menimbulkan masalah-masalah dalam memilih calon yang baik serta membina kepribadian guru. Namun diharapkan bahwa mereka sepanjang jabatannya sebagai guru berangsur-angsur membina dirinya menjadi guru yang diharapkan. 
·         Peranan Guru dalam Hubunganya dengan Guru-guru lain dan Kepala Sekolaah
Sebagai pegawai negeri dan anggota KORPRI tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti bahwa ia harus hadir dalam tiap pelajaran agar jangan merugikan murid. Seorang pegawai administrasi masih dapat mengejar ketinggalannya dengaan mengerjakannya dirumah diluar jam kantor.
Selain peraturan umum bagi tiap-tiap sekolah memepunyai peraturan-peraturan khusus tentang berbagai tugas lain yang harus dilakukan oleh guru seperti melakukan administrasi sekolah, tugas piket, membimbing kegiatan  extrakurikuler, menjadi anggota panitia HUT sekolah, menjadi wali kelas, dan sebagainya.
      Sebagai pengajar ia harus membuat persiapan, memberi dan memeriksa ulangan, mengabsensi murid, menghadiri rapat guru dan sebagainya. Dalam segala tugas kewjiban ia senantiasa dibawah pengawasan kepala sekolah yang harus memberi knduite yang baik agar memperoleh kenaikan tingkat. Dengan sendirinya guru akan mematuh tiap peratruran dan intruksi dari atasannya.
Berdasarkan kekuasaan yang dipegang oleh kepala sekolah tebuka memungkinkan baginya untuk bertindak otoiter. Sikap ini dapat menjelma dalam sikap otorit guru tehadap muid. Namun pada umumnya guru menginginkan kepala sekolah yang demokratis yang mengambil keputusan berdasarkan musyawarah, walaupun dalam situasi tertentu diinginkan pemimpin yang berani bertingkat tegas dengan penuh otoritas.
      Guru-guru cenderung begaul dengan sesama guru. Guru terikat oleh norma-noma harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan dengan golongan lain yang tidak dipenuhi oleh tuntunan-tuntunan tentang kelakuan tertentu. Guru dan sesama guru mudah saling memahami dan dalam pergaulan antara sesama rekan dapat memelihara kedudukan dan perannya sebagai guru. Itu sebabnya guru-guru akan membantu kliknya sendiri.
      Perkumpulan guru juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat profesional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekalipun juga disebut perbaikan nasib guru, namun guru-guru pada umumnya kurang dapat menerima perkumplan guru sebagai serikat buruh. Menjaga dan mendidik sejak dulu dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata ditunjukan kepada keuntungan materil. Memperjuangkan nasib melalui perkumpulan guru dengan menonjolkan soal upah bertentangan dengan hati sanubari guru, sekalipun ia turut merasa kesulitan hidup shari-hari.
      Lagi pula usaha menggunakan perkumpulan guru sebagai alat memperjungkan perbaikan nasib mungkin akan terbenung bila pengurus perkumpulan itu terpilih dari kalangan kepala sekolah atau mereka yang mempunyai kedudukan yang cukup tinggi karena tidak ingin mendapat teguran dari atasan bila mengadakan aksi yang tidak berkenan di hati pihak atasan itu. Adanya perkumpulan guru memberi kesempatan bagi guru untuk lebih mengidentifikasikan dirinya dengan profesinya.